Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat telah melaksanakan upacara budpekerti Labuhan Gunung Merapi dalam rangkaian peringatan naik takhta Sultan Hamengku Buwono X pada Minggu 8Mei 2016 dan Senin 9 Mei 2016 kemarin.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman Ayu Laksmidewi di Sleman, Sabtu, menyampaikan upacara tersebut akan diawali dengan penyerahan uba rampe (sesajian) Labuhan dari Keraton Yogyakarta kepada Camat Depok di Pendopo Kecamataan Depok pada hari Minggu.
Labuhan Merapi bentuk syukur Raja Keraton Yogyakarta
Ratusan “abdi dalem” Keraton Yogyakarta dan masyarakat mengikuti upacara budpekerti Labuhan Gunung Merapi yang merupakan “Hajat Dalem Kraton Ngayogyakarto Hadininingrat” di Bangsal Srimanganti, Desa Umbulharjo, Cangkringan Sleman, Senin.
Prosesi labuhan Gunung Merapi dipimpin pribadi Juru Kunci Gunung Merapi Mas Kliwon Suraksohargo ini sebagai ungkapan rasa syukur “Pengetan Jumenengan Dalem” atau peringatan naik tahkta Sultan HB X.
Upacara budpekerti rutin labuhan alit tahun ini, sebagai ungkapan rasa syukur raja Keraton Yogyakarta, dalam upacara ini dilabuh benda-benda yang merupakan barang pribadi kesukaan Sri Sultan HB X. Selain itu secara umum Labuhan Gunung Merapi mempunyai makna ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat berupa dukungan keselamatan dan kesejahteraan. Selain itu, Labuhan Gunung Merapi ini sekaligus sebagai simbol menjaga keselarasan hidup insan dengan Tuhan, sesama, dan lingkungan.
Prosesi Labuhan Merapi
Prosesi labuhan diawali dari Pendopo Balai Labuhan yang merupakan petilasan rumah Mbah Maridjan, sekitar pukul 06.20 WIB.
Prosesi diawali dengan doa di depan “uba rampe” atau perlengkapan labuhan yang sebelumnya disemayamkan di Balai Labuhan Dusun Kinahrejo atau petilasan rumah Mbah Maridjan dan lalu diarak dengan berjalan kaki selama hampir dua jam menuju Bangsal Srimanganti di Pos II Merapi.
Selain “uba rampe” labuhan juga menyertai banyak sekali sesaji menyerupai kembang setaman, nasi tumpeng, ingkung serta serundeng, yang dibagikan kepada setiap pengunjung sehabis selesai upacara labuhan. Uba rampe yang dilabuh pada upacara itu mencakup sinjang limar satu lembar, sinjang cangkring satu lembar, semekan gadhung satu lembar, semekan gadhung melati satu lembar, paningset udaraga satu lembar, kambil watangan satu biji, seswangen 10 biji, seloratus lisah konyoh satu buntal, yotro tindih dua amplop, dan destar doromuluk satu lembar. Upacara budpekerti labuhan Merapi tetap digelar dengan sederhana dan tata cara pelaksanaan juga tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya.
Wisatawan dan wartawan antusias menyaksikan prosesi tersebut dari dekat, hanya abdi dalem dan masyarakat lokal saja yang tampak santai duduk di tanah tak beralas apapun. Setelah itu Mas Asih memberi kesempatan wartawan mewawancarainya terkait upacara budpekerti ini. Upacara budpekerti Labuhan Merapi merupakan perwujudan doa persembahan kepada Tuhan atas rahmat dan anugerah yang diberikan kepada kraton dan rakyatnya. Upacara ini juga sebagai tanda penghormatan bagi leluhur yang menjaga Gunung Merapi.
Sementara itu abdi dalem pria dan wanita dengan pakaian budpekerti berwarna gelap terus melaksanakan tugasnya menyiapkan masakan dan membaginya dalam bungkusan plastik kecil. Di final upacara, bungkusan kecil masakan tersebut di bagikan kepada pengunjung dan terutama penduduk setempat berebutan mengambil bunga warna warni yang ada di kawasan upacara. Mengharap berkah dari bunga dan masakan yang dibagikan. Pembagian masakan ini menandai berakhirnya upacara budpekerti Labuhan Merapi.
Labuhan Merapi yang sudah menjadi kegiatan rutin dan hajat Kraton Ngayogyokarto, dibutuhkan menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik wisatawan Nusantara maupun wisatawan manca negara